STUDI ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP MAKNA DAN SIMBOLIS PADA TOKOH WAYANG BRAYUT JAWA

Ananta Hari Noorsasetya

Abstract


Ringkasan
Seni wayang merupakan produk kebudayaan yang dianggap sebagai karya seni adiluhung. Sebagai sebuah seni pertunjukan, wayang mengintegrasikan beragam aspek seni seperti seni rupa, seni drama, seni sastra, seni musik dan seni tari. Di balik kisah-kisah dan penokohan seni wayang pun terkandung nilai filosofi tinggi yang dapat dijadikan panutan hidup. Namun seiring dengan perkembangan zaman, saat ini generasi muda hanya mengenal tokoh-tokoh penting yang popular seperti Pandawa dan Kurawa. Sedangkan wayang yang bukan tokoh utama seperti Brayut mungkin sama sekali tidak dikenal.
Kata Brayut berasal dari kata „bebrayutan‟ yang berarti „bergelantungan‟. Wayang ini mengambil sosok sepasang suami istri yang mendukung banyak sekali anak. Wayang dengan tokoh Brayut (Kyai Brayut: Laki-laki, Nyai Brayut: Perempuan) ini cukup dikenal dan hampir selalu ada pada setiap kotak wayang kulit yang lama, tetapi sekarang sudah jarang ditemui dalam kotak wayang kulit baru. Tinjauan terhadap tokoh Brayut sangat signifikan, terkait dengan konsep dan unsur budaya yang terkandung di dalamnya. Seperti tokoh Panakawan, tokoh Brayut merupakan sebuah karya asli Jawa yang diangkat dari falsafah “banyak anak banyak rezeki” dalam masyarakat tradisional. Hal ini sejalan dengan pemaknaan lain karya seni di luar kedudukannya sebagai karya adiluhung, yakni bahwa seni juga merupakan barang atau karya yang dihasilkan manusia dalam kesehariannya. Pesan yang ingin disampaikan dari tokoh Brayut adalah bahwa orangtua tidak perlu khawatir anaknya akan terlantar, sebuah pendirian bahwa mendapatkan uang harus disertai dengan kerja tekun memeras keringat. Di masa kini ketika banyak anak tak lagi dipandang sebagai sebuah nilai tambah, penggambaran Brayut boleh jadi menuai kontroversi. Meski demikian, Brayut dapat dipergunakan untuk mengusung sebuah konsep yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Kata Kunci: Brayut, Semiotika, Wayang Kulit
Abstract
Wayang art is a cultural product that is considered as a masterpiece of art. As a performing art, wayang integrates various aspects such as visual art, drama, literature, music, and dance. Behind the stories and characterizations, wayang also contains high philosophy values that can be a role model of life. Unfortunately, younger generation today only recognize popular important figures such as Pandavas and Kuravas, while puppets that are not main characters such as Brayut may be completely unknown.
“Brayut” came of the word „bebrayutan‟ which means „hanging‟. This wayang takes the figures of a married couple who support many children. Wayang Brayut character (Kyai Brayut: Male, Nyai Brayut: Woman) is well known and almost always be found in every old shadow wayang box, but now rarely found in new leather wayang box. The study of Brayut figure is very significant, related to the concept and cultural elements contained in it. Like Panakawan figure, Brayut figures are a genuine Javanese work that is came from the philosophy of "much children, much fortune" in traditional society.
46 | Volume 5 Edisi 2, 2018
This is in line with the interpretation of art outside of its position as high art, that art is also a product
made by humans in their daily life. The message from Brayut's character is that the parent does not
need to worry that his son will be abandoned, a money stand should be accompanied by diligent work
of sweating. In the present when many children are no longer seen as an added value, Brayut's
portrayal may reap the controversy. However, Brayut can be used to carry a concept that can be
adapted to the needs of the times.
Keywords: Brayut, Semiotics, Leather Wayang

Keywords


Brayut, Semiotika, Wayang Kulit

Full Text:

PDF

References


Bungin, Burhan. (2011). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan

Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Prenada Media

Group.

Guritno, Pandan. (1988). Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila.

Jakarta: UI Press.

Lombard, Denys. (2008). Nusa Jawa: Silang Budaya, bagian III. Warisan Kerajaan kerajaan Konsentris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Noorsasetya, Ananta Hari. (2009). Percakapan Dalam Mimpi-Mimpi

Orang Betawi. FAR MAGAZINE 2.

Siti Aisyah, Pola Dasar Dan Makna Motif Ukiran Rumah Gadang Koto Sani Kecamatan X Koto Singkarak Sumatera Barat, Volume 5 Edisi 3 Desember 2018. Narada: Jurnal Desain Dan Seni. 5(3)


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


NARADA: Jurnal Desain & Seni

Fakultas Desain dan Seni Kreatif
Universitas Mercu Buana
Gedung E Lantai 4
Jl. Raya Meruya Selatan no.1, Kembangan, Jakarta 11650
Tlp./Fax: +62215871335

Journal International Standard Serial Number (ISSN) Registration:

 

The Journal is indexed by:

Tools for Citations & Plagiarism Detection:

 
 

Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial 4.0 Internasional